Penelitian tentang Aplikasi Humor dalam Psikologi
Penelitian tentang Aplikasi Humor dalam Psikologi
Edelmann (1997 dalam Safaria & Saputra, 2012) menemukan dampak negatife konflik interpersonal yaitu dapat menimbulkan stress, menyebabkan kesulitan konsentrasi dankesulitan berfikir jernih, serta ketidakmampuan merasa rileks. Namun, melalui humor kondisi tersebut dapat dicegah. Humor mampu mencegah stress yang diliputi perasaan amarah dan takut. Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa menggunakan humor mampu membuat individu merasa rileks dan mengatasi pola sosial yang kaku dan formal sehingga dapat menghindari ketegangan (Hartanti, 2002 dalam Safaria & Saputra, 2012). Hal tersebut terjadi karena melalui humor individu mampu mengembangkan emosi positif, seperti perasaan gembira, senang, bersuka ria, dan penuh harapan.
Martin (2001) memaparkan beberapa hasil penelitian tentang humor, yaitu humor dan sistem kekebalan tubuh. Beberapa penelitian mengenai hubungan humor dengan sistem kekebalan tubuh dan memperoleh hasil bahwa kedua variabel tersebut saling berhubungan. Sebuah hasil penelitian yang dilakukan di kalangan remaja dengan penelitian eksperimen yang memberikan perlakuan pemberian tayangan video lucu kepada salah satu kelompok kontrol dan pemberian film biasa membuktikan bahwa kelompok kontrol memiliki sistem kekebelan tubuh yang lebih baik setelah proses penelitian dilakukan. Misalnya, aliran darah menjadi normal dan pernafasan yang teratur. Penelitian mengenai humor terhadap rasa sakit sakit juga menemukan fakta bahwa individu yang mengalami rasa sakit, jika dihadirkan tayangan humor atau cerita humor dalam kesehariannya, maka rasa sakit tersebut akan perlahan-lahan menurun dirasakan oleh individu.
Penelitian mengenai humor juga dilakukan oleh Atika Dian Ariana (2007 dalam Safaria & Saputra, 2012) yang berjudul “Terapi Humor untuk Menurunkan Tingkat Stress pada Mahasiswa Baru”. Penelitian tersebut dilakukan dengan memberikan stimulus humor pada subjek penelitian dalam bentuk VCD humor sekali dalam seminggu. Judul VCD humor tersebut diberikan sesuai kesepakatan antara peneliti dengan subjek. Selain VCD humor, subjek juga diberikan catatan humor yang berisi 30-40 cerita. Di antara rentang waktu pemberian stimulus humor, terdapat sesi diskusi untuk membahas materi yang telah diberikan untuk ditonton dan dibaca oleh subjek. Diskusi tersebut juga sebagai wadah subjek mengungkapkan perasaannya setelah menonton dan membaca stimulus humor tersebut. Kemudian peneliti menggunakan skala kepekaan humor untuk mengukur seberapa tinggi kepekaan humor subjek-subjek penelitian. Hasil penelitian tersebut menemukan bahwa terapi humor terbukti efektif untuk menurunkan tingkat stress pada Mahasiswa baru Fakultas Psikologi Universitas Airlangga.
Penelitian tentang humor pada bidang industri juga telah dilakukan. Unal (2014), menjelaskan bahwa humor adalah dimensi umum dari interaksi manusia yang memiliki efek pada kelompok kerja dan organisasi. Yukl dan Lepsinger (1990 dalam Unal, 2014), menyatakan kepemimpinan yang efektif memerlukan keterampilan dalam area umum seperti memberi dan mencari informasi, pengambilan keputusan, mempengaruhi individu dan membangun hubungan. Humor merupakan keterampilan komunikasi yang penting dilihat menguntungkan bagi para pemimpin dan manajer dalam organisasi. Menurut Decker dan Rotondo (2001 dalam Unal, 2014) humor dapat berguna untuk mengajar dan menjelaskan tugas pekerjaan, membantu untuk memotivasi dan mengubah perilaku, mempromosikan kreativitas, mengatasi stres, dan secara umum membuat interaksi antara manajer dan bawahan yang lebih positif dan tidak tegang tegang. Kepemimpinan humoris mungkin bukan kriteria utama bagi keberhasilan bisnis tetapi sangat penting untuk membangun tim yang efektif dengan kinerja tinggi. Conger (1989 dalam Unal, 2014) mengemukakan bahwa penggunaan humor di tempat kerja oleh para pemimpin adalah cara yang efektif untuk menginspirasi atau mengembalikan moral. Davis dan Kleiner (1989 dalam Unal 2014) juga percaya bahwa para pemimpin bisa mencapai tiga hasil dengan menerapkan humor, yaitu:
a. Menurunkan stres di tempat kerja,
b. Bawahan membantu memahami model manajemen pemimpin melalui komunikasi antara mereka, dan
c. Terinspirasi bawahan atau pengikut.
Decker dan Rotondo, (2001 dalam Unal, 2013) humor juga membantu perusahaan dan organisasi tumbuh dan merevolusi untuk meningkatkan kinerja keseluruhan organisasi mereka. Meyer, (1997 dalam Unal, 2013), Bahkan, kepemimpinan yang lucu dapat mempengaruhi suasana hati bawahan dan psikologis dengan cara yang positif ketika melaksanakan suatu pekerjaan. Cooper (2002 dalam Unal, 2013) menemukan bahwa kehadiran pemimpin dengan humor yang tinggi terbukti akan meningkatkan secara positif sebuah organisasi dan akan mempengaruhi kinerja karyawannya. Penelitian-penelitian tersebut menunjukkan bahwa, kepemimpinan humoris memiliki pengaruh pada persepsi bawahan dan sikap tentang pekerjaan mereka terkait kesejahteraan, kepuasan kerja dan sikap terhadap pekerjaan lain.
Martin (Hardianti, 2014) menjelaskan bahwa istilah humor pada abad 18 digunakan untuk mengekspresikan rasa simpatik, toleransi, dan dukungan. Humor digunakan untuk membuat individu tidak terlalu serius dalam menghadapi permasalahan yang sedang dihadapinya. Seseorang dengan humor yang tinggi akan lebih termotivasi, lebih ceria, dapat dipercaya dan mempunyai self-esteem yang lebih tinggi (Zukarnain & Novliadi, 2009). Humor dapat memunculkan refleks tertawa dan tertawa merupakan salah satu obat terbaik untuk menurunkan stres (Hodgkinson dalam Sukoco, 2014). Tertawa adalah ekspresi jiwa atau emosional yang diperlihatkan melalui raut wajah dan bunyi-bunyi tertentu. Humor dapat memunculkan tertawa yang baik untuk menurunkan tingkat stress, hal ini dikarenakan tertawa merupakan tindakan sehat dan memeri tambahan oksigen bagi sel dan jaringan (Plutchik dalam Prasetyo & Nurtjahjanti, 2012). Menurut Plutchik (Prasetyo & Nurtjahjanti, 2012) otak yang dialiri darah beroksigen tinggi akan bekerja lebih baik daripada saat kekurangan oksigen. Jika individu tertawa atau merasa senang otak akan mengingat bahwa di masa senang otak akan mengingat bahwa di masa lalu ekspresi ini berkaitan dengan kebahagiaan dan akan segera menanggapinya dengan cara melepaskan neurotransmitter-neurotransmiter yang tepat sehingga hasilnya individu akan menjadi lebih bahagia dan merasa lebih positif. Aspek-aspek emosi termasuk tertawa diatur oleh pusat emosi di dalam struktur otak yang dinamakan sistem limbic, sistem limbic ini berperan dalam mengatur emosi manusia baik itu emosi positif ataupun negatif (Aswin & Pasiak dalam Prasetyo & Nurtjahjanti, 2012). Menurut Berk (Prasetyo & Nurtjahjanti, 2012) tertawa bisa mengurangi peredaran dua hormone dalam tubuh yaitu efinefrin dan kortisol (hormon yang keluar ketika stress) yang dikeluarkan oleh hipotalamus. Jadi dalam keadaan tertawa maka hipotalamus akan mengeluarkan hormone endorphin yang berfungsi untuk mengurangi stress. Dengan tertawa maka akan menyebabkan pelaku tertawa menjadi lega sehingga akan menurunkan stress dan rasa sakit. Tertawa merupakan meningkatkan kesenangan untuk terus hidup, mengurangi tekanan serta rasa cemas dan memperlancar hubungan antar pribadi (Zukarnain & Novliadi, 2009).
Humor juga dapat mengurangi kecemasan, menurut Ancok (Zukarnain & Novliadi, 2009) humor dapat menimbulkan gairah baru tapi di sisi lain humor juga berfungsi untuk menghilang kecemasan sekaligus alat kontrol sosial. Sedangkan menurut Caprio menyatakan bahwa humor yang identik dengan tertawa dapat menimbulkan orang lebih nyaman lebih merasa enak (Novliadi, 2009). Friedman (Zukarnain & Novliadi, 2009) mengatakan bahwa humor diperlukan saat seseorang dalam kondisi tertekan seperti memikirkan banyak hal karena dengan humor maka akan dapat membuat orang yang tertekan menjadi merasa lebih enak. Dalam penelitian Novliadi, 2009 diketahui bahwa humor berperan untuk menurunkan tingkat kecemasan dalam menghadapi ujian karena humor memiliki dampak positif untuk mengurangi tekanan pada saat menghadapi atau situasi yang tidak pasti dan mengancam.
Humor dapat mempengaruhi kualitas hidup pada lansia, secara psikologis Erikson (Hardianti, 2014) lanjut usia berada pada fase integritas versus keputusan. Sense of humor menurut Permana (Hardianti, 2014) adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan humor sebagai cara menyelesaikan masalah, ketrampilan untuk menciptakan humor, kemampuan menghargai dan menanggapi humor. Sedangkan menurut Meredith (Hardianti, 2014) sense of humor merupakan kemampuan untuk menertawakan semua hal termasuk dirinya sendiri dan tetap mencintai dan menyukainya. Thorson dan Powell (Hardianti, 2014) menyatakan bahwa sense of humor merupakan multidimensi dan termasuk kemampuan untuk membuat humor, mengenali humor, mengapresiasikan humor, menggunakan humor sebagai mekanisme coping dan untuk mencapai tujuan sosial. Lansia yang memiliki sense of humor yang tinggi memiliki kualitas hidup yang tinggi pula, hal ini dibuktikan adanya hubungan yang kuat antara kedua variable tersebut. Menurut Nelsen (Hardianti, 2014) seseorang yang memiliki sense of humor yang tinggi maka individu tersebut cenderung memiliki emosi yang positif yang menyertai humor dan diikuti dengan tawa. Beberapa efek psikologis seperti meningkatnya denyut jantung yang dihasilkan dari aktivitas tertawa seperti memberikan latihan jantung, hal ini bermanfaat bagi kesehatan manusia. Lefcourt (Hardianti, 2014) menyatakan bahwa individu yang memiliki sense of humor yang tinggi dapat lebih baik dalam coping dan menjalin hubungan dengan orang di sekitarnya, memiliki mental dan fisik yang lebih sehat. Dengan kemampuan sense of humor yang tinggi maka akan dapat memiliki kemampuan coping yang baik sehingga berkurang perasaan kekecewaan dan kesedihan yang timbul.
Humor pada hakikatnya adalah emosi positif yang ada pada individu. Humor yang muncul antar individu akan menimbulkan emosi positif, emosi positif yang timbul tersebut membuat terjalinnya hubungan interpersonal yang baik antar individu satu dengan yang lain. Menurut Guilmette (Suyasa & Tommy, 2014) humor memunculkan perilaku tertawa. Secara sosial perilaku tertawa adalah hal yang paling penting. Perilaku tertawa adalah metode untuk menarik perhatian orang lain, untuk menyampaikan emosi yang sedang dirasakan, untuk mengaktifkan emosi positif pada orang lain. Humor dapat menjadi sarana yang membuat individu dekat dengan satu sama lain. Menurut Lefcourt (Suyasa & Tommy, 2014) dengan adanya humor individu merasakan kehadiran individu lainnya. Humor merupakan indikasi adanya penerimaan sosial terhadap diri individu.
Baron (Suyasa & Tommy, 2014) menyatakan bahwa dalam proses terapi humor bukan mengenai tertawa atau tidak tertawa tetapi lebih kepada adanya aspek penyembuhan di dalam humor. Salah satu terjadinya healing dalam proses terapi adalah kondisi dimana klien dapat melihat dari sudut pandangnya sesuatu yang bersifat humor yaitu klien mampu melihat dirinya dan mentertawakan kondisi yang terjadi pada dirinya tersebut. Namun meskipun demikian menurut Giovacchini (Suyasa & Tommy, 2014) bahwa terapis harus sangat hati-hati saat tertawa pada kondisi yang terjadi pada klien, hal ini didukung oleh pendapat Martin & Meehan (Suyasa & Tommy, 2014) bahwa terapis jangan cepat-cepat mengambil kesimpulan bahwa penggunaan humor dalam proses terpi akan langsung mendukung proses pemulihan kondisi klien. Daubman & Nowicki (Suyasa & Tommy, 2014) menyatakan bahwa humor pada dasarnya adalah emosi positif, emosi positif dapat diasosiasikan sebagai suatu yang dapat menurunkan perasaan tegang serta berkurangnya perasaan cemas. Hal tersebut dapat membuat klien berfikir secara fleksible yang dapat membantunya dapat melihat cara penyelesaian masalah yang dihadapinya .
No comments for "Penelitian tentang Aplikasi Humor dalam Psikologi"
Post a Comment