Teori Psikologi: Prokrastinasi Akademik
Teori Psikologi: Prokrastinasi Akademik
Prokrastinasi adalah sebuah kondisi dimana individu mengalami kecenderungan menunda untuk memulai dan menyelesaikan tugas dengan melakukan aktivitas lain yang tidak berguna sehingga tugas menjadi terhambat, tidak selesai tepat waktu, dan sering terlambat dalam mengumpulkannya (Ursia, 2013). Kecenderungan yang dilakukan individu untuk tidak segera memulai mengerjakan dan menyelesaikan tugas ketika memiliki tugas merupakan indikasi dari prokrastinasi. Prokrastinasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah prokrastinasi akademik yang berada pada area akademik. Prokrastinasi akademik ini banyak dilakukan oleh pelajar atau mahasiswa (Febrianti, 2009).
Sebuah tulisan oleh Andy (2013) yang dimuat pada berita online Wartakota Tribun News menjelaskan bahwa seorang dosen di salah satu universitas yang berinisial IB mengatakan bahwa ketika dirinya memberikan tugas makalah kepada mahasiswanya dan telah memberikan tenggang waktu yang cukup lama untuk menyelesaikan tugas tersebut, ternyata mahasiswa selalu mengerjakan tugas di saat-saat terakhir pengumpulan. Hal tersebut membuat hasil tugas mahasiswa kurang optimal. Dosen IB pun memperoleh penjelasan dari seorang psikolog bahwa mahasiswa melakukan hal demikian bukan karena tidak pandai melainkan karena kebanyakan mahasiswa suka melakukan prokrastinasi atau kebiasaan menunda-nunda mengerjakan tugas. Kondisi tersebut juga dibenarkan oleh Handayani dan Suharnan (2012) yang menyatakan bahwa prokrastinasi adalah kecenderungan pelajar atau mahasiswa untuk menunda dalam memulai, melaksanakan dan mengakhiri suatu aktivitas yang terjadi dilingkungan akademik.
Solomon dan Rothblum (1984 dalam Ursia, 2013) menjelaskan bahwa terdapat enam area akademik yang harus dihadapi mahasiswa, yaitu tugas membuat laporan atau paper, tugas belajar dalam menghadapi ujian, tugas membaca mingguan. Selanjutnya, tugas administratif (mengambil kartu studi, mengembalikan buku perpustakaan, dan membaca pengumuman), tugas kehadiran (membuat janji dan bertemu dosen untuk tutorial) dan tugas akademik secara umum. Pada area-area tersebut mahasiswa sering kali melakukan kegiatan menunda untuk melaksanakan tugas-tugas akademik.
Kondisi-kondisi yang telah dipaparkan sebelumnya menggambarkan bahwa prokrastinasi telah menjadi momok yang mengancam proses akademik mahasiswa, sehingga menjadi hal penting untuk diteliti. Menurut Steel (2007), frekuensi prokrastinasi dapat dikatakan tergolong tinggi, khususnya di kalangan mahasiswa. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Surijah (2007 dalam Ursia, 2013) pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Surabaya juga menyimpulkan bahwa mahasiswa tergolong memiliki prokrastinasi yang tinggi, dimana 30,9% dari 316 mahasiswa adalah prokrastinator. William (Febriana, 2009) pun memperkirakan bahwa terdapat 90% dari mahasiswa diperguruan tinggi telah menjadi prokrastinator. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ellis dan Knaus juga menemukan bahwa hampir 70% mahasiswa di luar negeri melakukan prokrastinasi akademik (Handayani & Suharnan, 2012).
Mahasiswa merupakan sosok terpelajar dengan sifat dan perilaku yang selalu mengalami perubahan dan penuh kreatifitas. Mahasiswa juga merupakan bagian dari masyarakat sosial. Masyarakat juga tak lupus dengan kebiasaan untuk menghindari aktifivitas yang membebani dan memilih untuk mengutamakan kesenangan jangka pendek. Perilaku menunda atau prokrastinasi kadang juga dijadikan alternatif untuk mengalihkan ketidakmampuan mahasiswa dalam mengerjakan atau menyelesaikan tugas. Awalnya prokrastinasi dapat dijadikan cara untuk meredam tekanan akan tugas-tugas yang harus di selesaikan. Namun, itu hanya berefek sementara saja. Efek yang negatif sesungguhnya akan dirasakan lebih lama oleh mahasiswa ketika melakukan prokrastinasi. Menurut Ferrari dan Morales (2007) prokrastinasi akademik memberikan dampak yang negatif bagi para mahasiswa, yaitu banyaknya waktu yang terbuang tanpa menghasilkan sesuatu yang berguna. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Solomon dan Rothblum (1984) juga menyatakan bahwa mahasiswa yang melakukan prokrastinasi akan membutuhkan waktu tambahan selama kurang lebih empat tahun untuk menyelesaikan pendidikannya. Awalnya mahasiswa mampu selesai dalam rentang waktu lima tahun, namun karena mahasiswa selalu melakukan prokrastinasi maka mahasiswa tersebut membutuhkan waktu 7-10 tahun lamanya untuk menyelesaikan pendidikan.
Prokrastinasi juga telah terbukti dapat menyebabkan penurunan produktivitas dan etos kerja individu sehingga membuat kualitas individu menjadi rendah (Hendrayanti, 2006). Selain itu, Tice dan Baumeister (1997) mengatakan bahwa prokrastinasi dapat menyebabkan stres dan memberi pengaruh pada disfungsi psikologis individu. Individu yang melakukan prokrastinasi akan menghadapi deadline dan hal ini dapat menjadi tekanan bagi mereka sehingga menimbulkan stress.
Prokrastinasi sebenarnya adalah aktivitas yang memiliki banyak dampak negatif pada hasil akademik individu. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa prokrastinasi tidak bisa terlepas dari kehidupan para mahasiswa. Hal tersebut disebabkan adanya faktor-faktor yang mempengaruhi mahasiswa membuat keputusan untuk melakukan prokrastinasi. Knaus (2008 dalam Handayani & Suharnan, 2012) menjelaskan bahwa terdapat beberapa faktor yang membuat mahasiswa melakukan prokrastinasi, yaitu adanya manajemen waktu yang lemah, konsentrasi yang sulit, ketakutan dan kecemasan, kepercayaan yang negatif, masalah pribadi, mendapatkan tugas yang membosankan, harapan yang tidak realistis dan perfeksionis, serta ketakutan akan kegagalan. Almira (2013) menambahkan bahwa faktor yang membuat individu melakukan prokrastinasi adalah secara secara sadar melakukan penundaan untuk tidak mengerjakan tugas, kesibukan dengan aktivitas di luar kampus, kurangnya manajemen diri, dan kurangnya komunikasi dengan dosen. Adapun faktor lain yang mempengaruhi prokrastinasi yang dialami individu atau mahasiswa, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor eksternal meliputi lingkungan di luar individu dan internal meliputi kondisi psikologis individu. Kondisi psikologis dalam hal ini misalnya kepribadian. Aspek kepribadian yang dimaksud adalah motivasi, persepsi masa depan, dan pemantauan diri individu. Oleh karena itu, prokrastinasi juga sangat berkaitan dengan kemampuan individu dalam memonitor atau memantau kondisi dirinya sendiri.
pemantauan diri merupakan proses adaptasi yang dilakukan individu dalam merencanakan dan menentukan tingkah laku untuk menghadapi situasi eksternal atau lingkungan. Menurut konsep teori Synder dan Gangested (2000), mahasiswa yang memiliki pemantauan diri yang tinggi akan memiliki responsifitas yang tinggi pada tugas yang harus diselesaikannya, memiliki kontrol emosi yang baik, dan individu juga memiliki kekuatan interpersonal dalam menghadapi situasi eksternal, serta individu mampu menggunakan semua kemampuannya dalam situasi penting. Sedangkan pemantauan diri yang rendah akan membuat individu tidak mampu merespon tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya, memiliki kontrol emosi yang buruk, dan memiliki kelemahan interpersonal dalam menghadapi situasi eksternal, serta tidak mampu menggunakan semua kemampuannya dalam situasi penting bahkan terkesan menghindar untuk melakukan respon.
Keputusan untuk menunda atau prokrastinasi juga tidak terlepas dengan konsep diri akademik yang dimiliki oleh setiap mahasiswa. Hal tersebut telah dibuktikan oleh beberapa hasil penelitian. Penelitian yang dilakukan oleh Prima (2007) menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara konsep diri akademik yang rendah dengan perilaku prokrastinasi yang dilakukan oleh mahasiswa dalam mengerjakan dan menyelesaikan tugas kuliah. Jika mahasiswa memiliki konsep diri akademik yang tinggi maka mahasiswa akan jauh dari kebiasaan menunda mengerjakan dan menyelesaikan tugas tersebut. McCoach dan Siegle (2003) mengemukakan bahwa konsep diri akademik memiliki hubungan yang erat dengan perilaku-perilaku para mahasiswa. Konsep diri akademik juga memiliki korelasi yang positif dan cukup kuat antar persepsi diri akademik dengan prestasi belajar akademik mahasiswa. Selain prestasi akademik, konsep diri juga memiliki hubungan dengan perilaku akademik siswa di luar kampus, seperti belajar di rumah dan mengerjakan tugas, membaca buku di waktu senggang, melakukan kerja sosial, dan partisipasi dalam kegiatan ekstrakurikuler (House, 2000). Konsep diri akademik yang rendah biasanya sulit untuk melakukan perilaku atau kegiatan akademik tersebut, sehingga mahasiswa akan mengambil langkah untuk melakukan penundaan dalam melakukan kegiatan akademik khususnya menunda mengerjakan dan menyelesaikan tugas.
Konsep diri juga sering diartikan sebagai kemampuan individu dalam menggambarkan dirinya yang akan mempengaruhi sikap, cara berpikir, dan berperilaku, serta merasa optimis dalam mengerjakan tugas-tugas sehingga semua tugas dapat dikerjakan secara optimal. Oleh karena itu, konsep diri atau penilaian diri merupakan variabel yang penting untuk melihat kegiatan akademik individu. Penelitian yang dilakukan oleh Rani (2014) juga membuktikan bahwa terdapat hubungan sangat signifikan antara konsep diri akademik dengan prokrastinasi akademik pada mahasiswa yang sedang menempuh pendidikannya di Universitas Gunadarma. Penelitian tersebut sekali lagi membuktikan bahwa mahasiswa yang memiliki konsep diri yang tinggi akan memperlihatkan perilaku mengerjakan dan menyelesaiakan tugas sesuai tuntutan yang diinginkan oleh lingkungan dalam hal ini pihak dosen dan kampus secara baik tanpa melakukan penundaan dalam mengerjakan tugas.
No comments for "Teori Psikologi: Prokrastinasi Akademik"
Post a Comment